Senin, April 14, 2008

Rentan Bencana, Rakyat Indonesia Tidak Siap

Indonesia dilihat dari segi geografi diapit lima benua. Hal ini secara tidak langsung menempatkan Indonesia pada posisi strategis dalam bidang pertahanan dan lalu lintas ekonomi. Akan tetapi dengan kondisi geografi tersebut Indonesia juga rentan terhadap bencana alam seperti Tsunami, gempa bumi, gunung berapi dan banjir.

Demikian salah satu pernyataan Haryati Panca Putri, SH (Direktur Pelayanan LPH-YAPHI Surakarta) dalam Seminar Menguak Akar Masalah dan Dampak Banjir Bengawan Solo yang diselenggarakan oleh LPH-YAPHI (Lembaga Pengabdian Hukum-Yayasan Advokasi Pengabdian Hukum Indonesia) pagi ini (14/04/2008) di Pandu Hall Hotel Grand Setia Kawan Surakarta. Bencana-bencana tadi tidak hanya menimbulkan dampak pada sektor infrastuktur dan ekonomi saja tetapi juga pada aspek sosial yang nilainya tidak kalah mahal khususnya dalam seminar ini diangkat bencana banjir Bengawan Solo tambahnya.

Senada dengan Haryati, pemateri pertama, Sudarsono, ATP dengan tema “Pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) sebagai Sebuah Sistem” mengemukakan banjir yang diakibatkan oleh Bengawan Solo menimbulkan kerugian yang sangat besar. “Yang perlu kita renungkan yaitu bahwa banjir adalah kehendak Tuhan akan tetapi kerugiannya adalah akibat dari perbuatan manusia seperti penggundulan hutan dan sedimentasi” lanjutnya.

Untuk memperbaiki hal itu, wakil dari Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo itu mengemukakan lima aspek dalam penanganan banjir (Sumber Daya Air) yaitu konservasi, pendayagunaan, penanganan daya rusak air, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan sistem informasi. Upaya preventif yang bisa dilaksanakan untuk mecegah banjir yaitu penyeimbangan lingkungan, reboisasi dan pemberdayaaan masyarakat di DAS. Aliran Bengawan Solo melewati beberapa kabupaten dan lintas propinsi maka penanganan banjir Bengawan Solo sesuai UU No 7 Th 2004 tentang Sumber Daya Air dilaksanakan secara terpadu dibawah kordinasi Bakornas PB, Satkorlak PB dan Satlak PB.

Sofyan – Manajer Pengelolaan Resiko Nasional-Eksekutif Nasional WALHI – menyatakan 98 % dari 215 Juta penduduk Indonesia tidak siap menghadapi bencana, kebijakan sistem kelembagaan serta SDM tidak disiapkan untuk menghadapi bencana dan negara tidak pernah belajar atas kejadian bencana. “Indonesia sebagai Republik Bencana diindikasikan dengan tingkat kerawanan bencana kawasan mencapai 83 % namun selama ini kita dininabobokan dengan slogan Zamrud Khatulistiwa padahal sebenarnya banyak ancaman Tsunami, banjir, longsor dan gunung berapi.” Katanya.

Dalam makalahnya “Salah Urus Sumber Daya Alam”, Sofyan menyatakan sebagian besar bencana yang terjadi di Indonesia adalah karena salah urus Sumber Daya Alam diantaranya banjir dan tanah longsor. Tidak terbebas pula dari ancaman bencana adalah Hak Asasi Rakyat.

Untuk versi WALHI, pelatihan Early Warning System (Sistem Peringatan Dini) merupakan pendorong pola hidup masyarakat untuk terbiasa hidup dengan banjir sehingga akan tanggap dan bisa menghadapi bencana. “Hal ini jauh lebih efektif daripada cara mekanik (penggusuran, pembangunan Dam dan relokasi) baik dari segi biaya maupun dari segi dampak sosialnya” jelas Sofyan.

Yang menarik dari Sofyan ialah pernyataan mengenai akar masalah sebenarnya dari bencana alam ada pada kemiskinan yang mengakibatkan multi efek yang sangat luas dimana akibat dari kemiskinan banyak yang tinggal di bantaran sungai dan masih menggarap tanah dengan kemiringan 30 %.

Tidak ada komentar: